Pemerintah resmi menetapkan kebijakan baru terkait pemanfaatan teknologi Embedded Subscriber Identity Module (eSIM) dalam layanan telekomunikasi di Indonesia. Salah satu poin utama dalam kebijakan ini adalah penerapan registrasi eSIM berbasis data biometrik, seperti pengenalan wajah (face recognition) dan sidik jari (fingerprint), yang akan divalidasi langsung dengan basis data milik Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Ditjen Dukcapil).
Aturan tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Komunikasi dan Digital Nomor 7 Tahun 2025 tentang Pemanfaatan Teknologi Modul Identitas Pelanggan Melekat dalam Penyelenggaraan Telekomunikasi. Kebijakan ini ditujukan untuk menjawab tantangan di era digital, khususnya dalam memperkuat perlindungan identitas pelanggan serta mencegah penyalahgunaan layanan seluler.
Menteri Komunikasi dan Digital Meutya Hafid menyatakan, penerapan eSIM berbasis biometrik merupakan langkah strategis untuk memperkuat keamanan ruang digital sekaligus memperbarui data pelanggan secara menyeluruh.
“Langkah ini bukan hanya soal teknis, ini soal tanggung jawab bersama untuk menjaga ruang digital Indonesia agar tetap aman dan nyaman, terutama bagi masyarakat dan anak-anak yang rentan menjadi sasaran kejahatan digital,” ujar Meutya dalam Konferensi Pers Sosialisasi Peraturan Menteri tentang eSIM dan Pemutakhiran Data di Jakarta Pusat, Jumat 11 April 2025.
Selain meningkatkan validitas data pengguna, sistem verifikasi biometrik ini juga ditujukan untuk mewujudkan kebijakan satu Nomor Induk Kependudukan (NIK) maksimal tiga nomor seluler aktif, sebagaimana tercatat dalam database kependudukan Ditjen Dukcapil.
“Dengan lebih dari 350 juta pelanggan seluler di Indonesia, kita membutuhkan sistem yang tidak hanya efisien, tetapi juga mampu memberikan perlindungan maksimal bagi masyarakat dari kejahatan digital yang lebih aman, efisien, dan terpercaya,” jelasnya.
Perkuat Tata Kelola dan Proteksi Data Anak
Kebijakan ini juga mendukung implementasi Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2025 tentang Tata Kelola Penyelenggaraan Sistem Elektronik dalam Perlindungan Anak atau PP TUNAS. Dengan sistem data biometrik, pemerintah berharap dapat meminimalisasi penyalahgunaan nomor seluler untuk tindak kriminal seperti penipuan digital, penyebaran hoaks, dan kejahatan siber lainnya.
eSIM sendiri merupakan evolusi dari SIM fisik yang kini telah terintegrasi ke dalam perangkat secara digital. Teknologi ini dinilai akan memperkuat sistem machine-to-machine (M2M), perangkat wearable, hingga Internet of Things (IoT), sekaligus meningkatkan efisiensi industri telekomunikasi nasional.
Lebih jauh, sistem ini sejalan dengan prinsip perlindungan data pribadi sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP). Dengan pemutakhiran data secara real-time dan sistem yang transparan, pemerintah ingin membangun ekosistem digital yang lebih akuntabel dan dapat dipantau secara menyeluruh.
“Masyarakat berhak mendapatkan rasa aman dalam berkomunikasi. Dengan data pelanggan yang jelas, valid dan mutakhir, pelaku kejahatan digital akan semakin sulit bersembunyi di balik identitas palsu,” lanjut Meutya.
Dua Tahun Masa Transisi
Untuk memastikan transisi berjalan optimal, Kementerian memberikan waktu penyesuaian selama dua tahun bagi penyelenggara layanan seluler. Pemerintah juga menegaskan pentingnya menjaga kenyamanan pengguna dan perlindungan data pribadi selama masa implementasi berlangsung.
“Mari kita wujudkan ruang digital yang sehat, aman, dan berpihak pada masyarakat,” tutup Menteri Meutya.
Dengan diterapkannya sistem eSIM berbasis biometrik, pemerintah berharap ekosistem digital Indonesia dapat berkembang secara lebih tertib, aman, dan terpercaya di masa mendatang.***