- JAWA BARAT
Pemerintah resmi menetapkan batasan penggunaan media sosial bagi anak-anak berusia 15 hingga 18 tahun lewat Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2025 atau yang disebut PP Tunas. Aturan ini mengatur klasifikasi akses media sosial berdasarkan usia dan risiko platform yang digunakan.
Seperti dikutip dari KOMDIGI, Menteri Komunikasi dan Digital (Menkomdigi) Meutya Hafid menjelaskan, anak usia 13–15 tahun hanya boleh mengakses platform berisiko rendah dan itu pun harus dengan izin orang tua.
Sementara itu, anak usia 16 hingga 18 tahun memang diperbolehkan mengakses platform berisiko tinggi, namun tetap harus dengan persetujuan orang tua atau wali.
“Jadi, kalau yang berisiko tinggi hanya bisa diakses oleh anak usia 16 sampai 18 tahun. Usia 16 tahun membuat akun dengan persetujuan orang tua, dan 18 tahun baru benar-benar bebas memilih,” terang Meutya saat sosialisasi PP Tunas di SMAN 2 Purwakarta, pada Rabu (14/5/2025) lalu.
Aturan ini menjadi bentuk intervensi negara untuk menciptakan ruang digital yang aman, khususnya bagi kelompok usia remaja yang rentan terhadap pengaruh negatif internet, termasuk konten kekerasan, pornografi, hingga penipuan digital.
Meutya juga menegaskan bahwa bukan hanya anak dan orang tua yang punya peran dalam keamanan digital.
Platform digital pun diwajibkan ikut andil dalam memberikan edukasi literasi digital secara rutin kepada pengguna muda.
“Platform juga di PP ini diwajibkan melakukan literasi atau edukasi. Jadi, mereka tidak boleh hanya menjadikan Indonesia sebagai pasar tanpa memberi edukasi. Nantinya, edukasi harus dilakukan secara rutin kepada anak dan juga kepada orang tua,” tegasnya.
Meutya menyebut, selama ini Indonesia menjadi pasar besar bagi platform digital global, namun masih minim perlindungan terhadap pengguna muda.
PP Tunas, lanjutnya, menjadi tonggak baru yang menempatkan Indonesia sejajar dengan negara-negara lain yang sudah lebih dulu memiliki regulasi perlindungan anak di ruang digital.
KDM: PP Ini Adalah Hulu dari Semua Pembenahan
Sementara, Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi atau KDM yang juga hadir dalam kegiatan tersebut mengapresiasi hadirnya PP Tunas.
Ia menyebut bahwa pendekatan edukatif saja tidak cukup dalam membatasi kecanduan anak terhadap media sosial dan gim daring. Menurutnya, akar permasalahan harus diselesaikan terlebih dahulu.
“Maka PP (Tunas) ini sebenarnya hulu dari seluruh pembenahan penggunaan media sosial. Dan platform media sosial itu yang memiliki dampak terhadap pertumbuhan dan perkembangan anak, serta melahirkan kejahatan dan berbagai tindak kriminal yang dilakukan oleh remaja,” ungkapnya.
Ia menyebut, kehadiran aturan ini akan sangat membantu kepala daerah untuk menerjemahkannya dalam bentuk kebijakan yang lebih teknis di level lokal.
“Untuk itu diperlukan kebijakan yang strategis dan kita alhamdulillah, ya, Pak Prabowo sudah menurunkan PP. Dan PP ini sebenarnya barikade untuk menjaga anak-anak kita, termasuk Jawa Barat,” tutupnya.
Pentingnya Kolaborasi Semua Pihak
Meutya menambahkan, penerapan aturan ini tidak bisa hanya dilakukan oleh pemerintah pusat. Perlu dukungan penuh dari semua pihak, termasuk pemerintah daerah, sekolah, guru, hingga orang tua.
“Saya sekaligus menutup bahwa ini kita kerjakan bersama-sama, kolaborasi antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah,” kata Meutya.
Ditulis oleh: Hadi Jakariya
Disunting oleh: Hadi Jakariya