- Freentalk.com
Jakarta – Nasib antivirus lokal karya anak bangsa, Smadav, kini menjadi sorotan. Padahal, perangkat lunak ini pernah menjadi andalan di masanya. Namun, seiring perkembangan teknologi, pamornya perlahan meredup hingga disebut-sebut membuat Indonesia kehilangan potensi keuntungan triliunan rupiah.
“Negara kita rugi triliunan, Guys. Karena ada aplikasi karya anak bangsa yang bukannya dilindungin tapi malah hancur lebur. Nah, Teman-teman pasti tahu dong kalau kamu generasi kelahiran tahun-an pasti tahu yang namanya smadaf,” demikian diungkap kanal YouTube Bennix dalam unggahannya, yang membedah perjalanan Smadav.
Antivirus ini lahir dari tangan Zainuddin Nafarin, pemuda asal Palangkaraya, Kalimantan Tengah, pada 2006. Awalnya, Smadav dikembangkan sebagai proyek kampus sebelum berkembang menjadi Smadav Software, perusahaan yang fokus pada keamanan siber untuk perangkat berbasis Windows.
Smadav sempat populer karena kemampuannya membersihkan virus-virus lokal, seperti virus Brontok yang sempat mengacaukan ribuan komputer di Indonesia. Bahkan, software ini mampu mendeteksi malware, worm, hingga melindungi flashdisk dari infeksi virus.
“Dan gua termasuk salah satu orang yang hobi dan suka dan mantan pengguna Smadav di eranya. Tapi sekarang kok makin enggak kedengaran?” ujar kanal tersebut.
Namun, di balik kejayaannya, Smadav mulai mengalami kemunduran. Ada sejumlah faktor yang disebut menyebabkan popularitasnya anjlok.
Mulai dari minim inovasi, hilangnya ekosistem warnet dan flashdisk yang dulu jadi pintu utama penyebaran virus, hingga dominasi antivirus bawaan Windows, Defender.
“Jadi ini tragedi, Guys. Ini memang orang Indonesia sayang ya ketika dia bisa bikin produk bagus tapi packaging-nya kurang, brandingnya kurang,” kata Bennix.
Selain itu, ada isu bahwa Smadav justru terdeteksi sebagai virus oleh sistem tertentu. Hal ini menimbulkan persepsi negatif di kalangan pengguna dan mempercepat penurunan kepercayaan publik.
Di saat yang sama, pemerintah dinilai kurang memberi perlindungan dan dukungan terhadap pengembang lokal. Hal ini berbanding terbalik dengan Rusia yang secara tegas mendukung Kaspersky hingga kini menjadi salah satu raksasa antivirus dunia dengan pendapatan triliunan rupiah per tahun.
“Sebetulnya kayak program seperti Smadav antivirus ini yang sekarang sudah ketinggalan zaman itu sebetulnya punya potensi menghasilkan duit ribuan triliun, Guys,” kata Bennix menegaskan.
Kini, nasib Smadav menjadi cermin rapuhnya dukungan negara terhadap karya anak bangsa di bidang teknologi. Padahal, sektor keamanan siber diyakini menjadi industri bernilai besar dan mampu menyerap ribuan tenaga kerja bila dikelola dengan serius.
Ditulis oleh: Hadi Jakariya
Disunting oleh: Hadi Jakariya