Pemerintah melalui Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati, mengungkapkan bahwa kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen merupakan bagian dari upaya untuk menjaga daya beli masyarakat serta menstimulasi prekonomian nasional.
Dikutip dari situs resmi Kementerian Keuangan Republik Indonesia (Kemenkeu RI), pada Minggu 22 Desember 2024, melalui konferensi pers yang digelar di Jakarta, Senin (16/12), Menkeu menegaskan bahwa kebijakan ini tetap mengedepankan prinsip keadilan dan gotong-royong.
Menurut Sri Mulyani, pajak adalah instrumen penting dalam pembangunan negara. Oleh karena itu, kebijakan PPN 12 persen yang diterapkan bersifat selektif, dengan mengutamakan perlindungan bagi kelompok masyarakat yang kurang mampu.
“Keadilan adalah dimana kelompok masyarakat yang mampu akan membayarkan pajaknya sesuai dengan kewajiban berdasarkan undang-undang, sementara kelompok masyarakat yang tidak mampu akan dilindungi bahkan diberikan bantuan. Di sinilah prinsip negara hadir,” ungkap Menkeu dalam Konferensi Pers bertajuk “Paket Stimulus Ekonomi untuk Kesejahteraan” ujarnya.
Meskipun tarif PPN naik, Menkeu menjelaskan bahwa pemerintah tetap melindungi masyarakat dengan mengelompokkan barang dan jasa yang vital bagi kesejahteraan, seperti kebutuhan pokok, jasa pendidikan, jasa kesehatan, dan transportasi umum, yang akan tetap dikenakan tarif PPN 0 persen. Selain itu, beberapa komoditas seperti tepung terigu, gula industri, dan Minyak Kita (dulu minyak curah) juga akan tetap mendapat subsidi dari pemerintah melalui kebijakan Ditanggung Pemerintah (DTP), sehingga beban kenaikan PPN 1 persen ini tidak sepenuhnya ditanggung masyarakat.
Di sisi lain, kenaikan tarif PPN juga akan diterapkan pada barang dan jasa yang tergolong mewah, seperti makanan premium, layanan rumah sakit kelas VIP, serta pendidikan dengan standar internasional yang berbiaya mahal.
Pemerintah juga memberikan berbagai insentif untuk kelompok masyarakat menengah ke bawah, seperti bantuan pangan dan diskon listrik hingga 50 persen.
Untuk sektor bisnis, khususnya UMKM, berbagai insentif perpajakan juga disiapkan, seperti perpanjangan masa berlaku PPh Final 0,5 persen dan insentif PPh 21 DTP untuk industri.
Pemerintah mengalokasikan dana sebesar Rp265,6 triliun untuk insentif perpajakan pada tahun 2025.
Meski kebijakan pajak terus disesuaikan, Sri Mulyani memastikan bahwa pemerintah tetap mendengarkan masukan dari masyarakat dalam rangka memperbaiki sistem perpajakan yang berkeadilan.
Dengan langkah ini, diharapkan perekonomian dapat terus tumbuh dan masyarakat terlindungi, sambil menjaga keberlanjutan APBN.
“Ini adalah sebuah paket lengkap komprehensif. Dengan terus melihat data, mendengar semua masukan, memberikan keseimbangan dan menjalankan tugas kita untuk menggunakan APBN dan perpajakan sebagai instrumen menjaga ekonomi, mewujudkan keadilan dan gotong royong,” tutup Menkeu.***
Editor: Hadi Jakariya
Sumber: Kemenkeu RI/kemenkeu.go.id