Angka pengangguran di Indonesia masih mengkhawatirkan. Data Badan Pusat Statistik (BPS) per Februari 2025 mencatat tingkat pengangguran terbuka (TPT) tertinggi ada di Papua (6,92 persen), Kepulauan Riau (6,89 persen), dan Jawa Barat (6,74 persen). Bahkan di pusat ekonomi seperti DKI Jakarta, angka pengangguran masih mencapai 6,18 persen. Ini bukan angka kecil. Ini alarm.
Namun pertanyaannya, apakah kita hanya akan terus menunggu solusi dari pemerintah?
Menunggu Pemerintah adalah Kemewahan
Di tengah mahalnya biaya hidup, dari harga beras yang merayap hingga ongkos transportasi yang tak lagi bersahabat, berharap bantuan sepenuhnya datang dari negara adalah kemewahan. Bukan karena negara tak peduli, tapi karena prosesnya terlalu lambat untuk mengimbangi kebutuhan yang terus mendesak.
Di sinilah peran pemuda seharusnya muncul. Bukan hanya sebagai penonton, apalagi sekedar pengeluh di kolom komentar. Tapi menjadi pelaku. Menjadi penggagas solusi dari bawah.
Cara Berpikir Lama, Dunia Baru
Anak muda hari ini harus berani melepaskan cara berpikir lama—yang menganggap satu-satunya puncak karier adalah menjadi pegawai negeri sipil. Dunia kerja sudah berubah drastis. Status “kerja tetap” tak lagi menjamin kesejahteraan jika tak dibarengi kreativitas. Sementara pekerjaan berbasis digital, usaha mikro, bahkan jasa-jasa berbasis komunitas justru menawarkan peluang yang lebih luas.
Lihatlah di sekitar, tempurung kelapa yang dulu dibuang, kini bisa disulap jadi kerajinan tangan bernilai tinggi. Jasa bersih-bersih rumah atau kantor yang dikemas unik dengan sistem langganan digital bisa jadi ladang penghasilan. Konten kreator lokal yang membuat video seputar UMKM di wilayahnya bisa mendongkrak penjualan dan memperkuat ekonomi daerah.
Solusi dari Anak Muda untuk Sesama
Ini bukan mimpi kosong. Anak muda bisa menciptakan ekosistem ekonomi baru yang saling berkesinambungan. Satu usaha kecil membuka lapangan kerja bagi dua atau tiga temannya. Satu akun media sosial bisa menjangkau ratusan pembeli potensial. Satu gagasan sederhana bisa jadi lompatan ekonomi, asal dikerjakan dengan konsisten dan tak malu untuk memulai dari kecil.
Pemerintah tetap perlu hadir, tapi bukan sebagai aktor tunggal. Ia harus menjadi fasilitator yang membuka akses, bukan satu-satunya penentu arah. Karena anak-anak muda hari ini punya senjata yang tak dimiliki generasi sebelumnya: akses informasi dan semangat inovasi.
Menggeser Makna Sejahtera
Sejahtera tak lagi identik dengan gaji bulanan tetap. Sejahtera adalah saat kita bisa hidup mandiri, membantu orang sekitar, dan terus tumbuh. Mungkin, generasi baru ini tak perlu menunggu panggilan kerja dari kantor, tapi menciptakan “kantor” mereka sendiri—dari rumah, dari warung kecil, dari bengkel belakang rumah, dari konten Instagram, atau dari ide sederhana yang diseriusi.
Dan jika 1 dari 10 pemuda Indonesia memilih jalan ini, kita tak lagi bicara soal menurunkan angka pengangguran. Kita sedang bicara tentang membangun ulang wajah ekonomi bangsa dari bawah.
Ditulis oleh: Hadi Jakariya
Disunting oleh: Hadi Jakariya