Opini Hadi Jakariya – Siapa sih yang nggak punya gadget? Di era digital sekarang ini, gadget sudah jadi semacam kebutuhan primer bagi banyak orang, terutama anak muda.
Mulai dari bangun tidur, mereka mungkin langsung cek notifikasi, terus scrolling sosial media, nonton video, chatting, hingga ketiduran sambil menatap layar.
Gadget kini ibarat pisau bermata dua, di satu sisi memudahkan, tapi di sisi lain diam-diam mematikan. Kenapa? Karena penggunaan berlebihan ini bisa berdampak negatif pada kesehatan fisik kita.
Di tengah kenyamanan teknologi yang menyelimuti kita, ternyata ada harga mahal yang harus dibayar, yaitu kesehatan fisik yang terkikis secara perlahan.
Yuk, kita bahas secara rinci tentang apa saja dampaknya serta bagaimana data dan fakta yang mendukung opini ini.
Riset dari Pew Research Center menunjukkan bahwa lebih dari 95% anak muda di seluruh dunia memiliki akses ke smartphone, dan hampir 45% dari mereka mengaku “selalu online” atau setidaknya hampir setiap saat.
Di Indonesia, sebuah studi dari Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) pada tahun 2022 mengungkapkan bahwa lebih dari 80% penduduk Indonesia adalah pengguna internet aktif, dan sebagian besar didominasi oleh generasi muda.
Ini menggambarkan bahwa gadget sudah menjadi bagian dari hidup mereka yang sulit untuk dipisahkan.
Namun, yang menjadi masalah adalah berapa banyak waktu yang dihabiskan anak muda di depan layar.
Rata-rata anak muda di seluruh dunia menghabiskan waktu sekitar 7-8 jam sehari menggunakan gadget untuk berbagai aktivitas, termasuk belajar, hiburan, dan komunikasi.
Hal ini ternyata melebihi batas wajar yang direkomendasikan oleh para ahli kesehatan, yaitu tidak lebih dari 2-3 jam sehari. Lebih dari itu? Siap-siap saja dengan risiko kesehatan yang mengintai.
Pernah dengar istilah “text neck”? Ini adalah fenomena di mana leher dan bahu terus-menerus membungkuk akibat terlalu sering menatap layar gadget yang posisinya lebih rendah dari mata.
Postur tubuh yang buruk ini, kalau dibiarkan, bisa menyebabkan gangguan pada tulang belakang. Data dari The Journal of Physical Therapy Science menunjukkan bahwa 75% remaja yang menggunakan gadget lebih dari 4 jam sehari berisiko mengalami nyeri pada leher dan bahu.
Selain itu, text neck ini nggak cuma masalah postur lho, tapi juga berpotensi menyebabkan kerusakan jangka panjang pada tulang belakang.
Bayangkan, leher kita yang biasanya menopang kepala dengan berat 4-5 kilogram kini dipaksa membungkuk lebih dari 30 derajat selama berjam-jam. Ini sama saja memberi tekanan lebih dari 27 kilogram ke leher kita! Ngeri kan?
Anak muda yang banyak menatap layar gadget juga rentan terhadap masalah kesehatan mata, seperti Computer Vision Syndrome (CVS) atau sindrom penglihatan komputer.
Gejalanya berupa mata kering, penglihatan kabur, hingga sakit kepala. American Optometric Association mengungkapkan bahwa CVS dapat terjadi ketika seseorang menatap layar selama lebih dari dua jam tanpa jeda.
Menurut penelitian dari National Eye Institute, sinar biru dari layar gadget dapat menyebabkan kerusakan sel retina dan meningkatkan risiko degenerasi makula.
Artinya, paparan sinar biru yang berlebihan ini bisa mempercepat penuaan mata. Dalam jangka panjang, anak muda yang sering bermain gadget berpotensi mengalami masalah penglihatan lebih dini, bahkan berisiko kebutaan di usia muda jika tidak ditangani dengan baik.
Coba bayangkan, anak muda duduk berjam-jam di depan layar, jarang bergerak, dan sering ngemil tanpa sadar. Lama-kelamaan, gaya hidup ini berpotensi menyebabkan obesitas.
Berdasarkan data dari World Health Organization (WHO), penggunaan gadget yang berlebihan berkaitan dengan peningkatan risiko obesitas pada remaja.
Ketika seseorang duduk terlalu lama dan kurang bergerak, metabolisme tubuh jadi melambat, sehingga kalori yang masuk tidak terbakar dengan baik dan akhirnya menumpuk menjadi lemak.
Selain itu, obesitas pada anak muda juga berkaitan dengan risiko penyakit lainnya, seperti diabetes, hipertensi, dan penyakit jantung.
Mirisnya, gaya hidup sedentari seperti ini membuat anak muda cenderung kehilangan kebugaran fisik.
Data dari Journal of Physical Activity and Health menemukan bahwa anak muda yang menggunakan gadget lebih dari 6 jam per hari memiliki kebugaran fisik yang lebih rendah dibandingkan mereka yang aktif bergerak.
Gadget sering kali dianggap sebagai “teman tidur” bagi banyak anak muda. Padahal, cahaya biru yang dipancarkan layar gadget dapat mengganggu produksi melatonin, hormon yang mengatur siklus tidur.
Akibatnya, tubuh jadi kesulitan untuk merasa ngantuk, dan pola tidur pun berantakan.
Sebuah riset dari Sleep Foundation menyatakan bahwa 90% remaja yang menggunakan gadget sebelum tidur mengalami masalah tidur, seperti sulit tidur, sering terbangun di malam hari, atau merasa tidak segar saat bangun.
Kurang tidur ini tentu bisa berdampak buruk pada kesehatan mental, konsentrasi, hingga produktivitas sehari-hari.
Selain dampak fisik, gadget juga punya dampak psikologis dan sosial yang nggak boleh diremehkan.
Banyak anak muda yang kecanduan gadget menunjukkan tanda-tanda gangguan kecemasan dan depresi.
Terlalu sering melihat kehidupan “sempurna” di media sosial membuat mereka merasa kurang percaya diri dan selalu ingin tampil sempurna, hingga mempengaruhi kesehatan mental.
Selain itu, penelitian dari Journal of Social and Clinical Psychology menemukan bahwa penggunaan gadget yang berlebihan bisa mengganggu hubungan sosial.
Anak muda yang terlalu asyik dengan gadget cenderung lebih sulit berinteraksi langsung, kehilangan kemampuan komunikasi, bahkan lebih rentan merasa kesepian meskipun terlihat selalu “online”.
Mengurangi penggunaan gadget tentu bukan hal yang mudah, terutama di era yang serba digital ini.
Namun, ada beberapa langkah sederhana yang bisa kita lakukan untuk mengurangi dampaknya:
Gadget memang menawarkan banyak kemudahan, tapi bukan berarti kita harus bergantung sepenuhnya padanya.
Penggunaan gadget yang berlebihan bisa menjadi ancaman serius bagi kesehatan fisik kita, terutama bagi anak muda yang sedang dalam masa pertumbuhan.
Yuk, mulai bijak dalam menggunakan gadget, supaya bisa menikmati manfaatnya tanpa harus mengorbankan kesehatan kita. Karena pada akhirnya, teknologi seharusnya memudahkan hidup kita, bukan merusaknya.***
Editor: Hadi Jakariya